24 Februari 2010

kisah taubat Malik bin Dinar.


oleh : Batist Rangrang Asmita

Inilah kisah taubat paling indah, sungguh sebuah kisah taubat yang membuat air mata meleleh, yang karenanya menjadikan diri-diri yang merindu selalu ingin menikmati indahnya taubat. Renungilah kisahnya dan bersegeralah menuju ampunan ALLAH azza wa jalla.

Lalu, siapakah Malik bin Dinar? Ia seorang Tabi’in. Sesuatu yang terkenal darinya, bahwa ia selalu menangis sepanjang malam sambil berkata “Ya Rabbku, Kau sendirilah yang tahu penghuni surga dari penghuni neraka, lalu aku termasuk yang mana? Ya ALLAH, jadikanlah aku dari penghuni surga, dan jangan Kau jadikan aku dari penghuni neraka.”

Perhatikan ibadahnya! inilah Malik bin Dinar. Tapi, diawal hidupnya dia tidak memiliki ketakwaan seperti ini. Ia berkata, “Aku memulai hidupku dengan sia-sia, banyak minum dan banyak berbuat maksiat. Aku berbuat dzalim kepada manusia, aku makan hak orang lain, aku memakan riba, aku memukul manusia, aku melakukan kezaliman, tiada maksiat yg tidak kulakuan aku sangat fajir, sehingga manusia menjauhiku.”

Apakah Malik bin Dinar seperti itu? Ya, dulu ia seperti itu. Lalu ia berkata,” Tapi di suatu hari aku ingin menikah dan memiliki anak. Maka aku pun menikah dan istriku melahirkan anak yang kuberi nama Fatimah. Aku sangat mencintainya. Setiap kali Fatimah bertambah besar, imankupun bertambah dan maksiatku berkurang. Mungkin Fatimah tahu kalau aku memegang botol khamr, lalu ia mendekat padaku, sehingga aku berusaha menjauhkan botol itu darinya, sedang ia baru berusia dua tahun. Seakan ALLAH menjadikan ia melakukan itu. Setiap kali Fatimah bertambah besar, imanku pun bertambah. Dan semakin aku selangkah lebih dekat dengan ALLAH, maka aku sedikit demi sedikit semakin jauh dari maksiat, hingga usia Fatimah genap tiga tahun.

Ketika usianya tiga tahun ia mati… maka hidupku berubah menjadi lebih buruk dari yang dahulu. Aku belum memilii kesabaran orang yang beriman yang menguatkanku menerima bala’, sehingga setan mempermainkanku. Sampai datang suatu hari maka ia berkata, “Mabuklah kau yang mana kau belum pernah mabuk seperti itu sebelumnya…”. Maka akupun ingin mabuk, aku ingin minum khamr, sehingga aku minum sepanjang malam.

Lalu aku bermimpi yang menembus kesadaranku. Aku bermimpi melihat diriku pada hari kiamat. Ketika matahari menjadi gelap, lautan berubah menjadi api, bumi bergoncang, dan manusia berkumpul dihari kiamat, manusia berbondong-bondong, aku bersama manusia, aku mendengar ada yang menyeru Fulan bin Fulan kemarilah menghadap pada Yang Maha Memaksa.”

 

“Aku lihat wajah Fulan bin Fulan itu berubah menjadi hitam karena ketakutan. Sehingga aku mendengar si penyeru itu memanggil Malik bin Dinar. Manusia di sekelilingku hilang, seakan tidak ada orang di bumi Masyar itu. Lalu aku melihat ular besar lagi ganas berjalan kearahku sambil membuka mulutnya. Aku pun lari ketakutan, hingga aku menemukan laki-laki tua lagi lemah dan aku berkata, “Tolonglah aku dari ular itu.” Ia berkata, “Anakku, aku lemah, aku tidak bisa menolongmu, tapi larilah kearah ini mungkin kau akan selamat.”

Aku pun lari kearah yang ia tunjukkan. Ular berada dibelakangku, dan di depanku neraka. Maka aku pun berkata, “Apakah aku akan lari dari ular dan jatuh ke neraka?” aku pun segera kembali lari dan ular semakin dekat, aku kembali pada laki-laki lemah itu sambil berkata, “Selamatkan aku, tolonglah aku.” Ia pun menangis kasihan pada keadaanku, lalu berkata, “Aku lemah seperti yang kau lihat, aku tidak mampu melakukan apa-apa, tapi larilah ke gunung itu mungkin kau akan selamat”.

Aku pun lari ke gunung dan ular akan menyambarku. Lalu aku lihat di puncak gunung itu anak-anak kecil, mereka berteriak, “Wahai Fatimah, temuilah bapakmu, temuilah bapakmu!”.

Aku pun tahu kalau itu anakku. Aku senang anakku yang mati di usia tiga tahun menolongku, mengambil tanganku dan mengusir ular itu dengan tangan kirinya, sedang aku seperti mayit karena takut. Lalu akupun duduk dikamarku seperti aku duduk di dunia, dan ia berkata, “wahai bapakku, ‘Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat ALLAH…’ (Al-Hadid:16).”

Aku bertanya, “Wahai anakku, beritahulah kepadaku tentang ular itu!” ia menjawab. “Itu adalah amalmu yang buruk, kau besar-besarkan dan kembangkan, sehingga hampir ia memakanmu. Bukankah kau tahu, wahai bapakku, bahwa amal di dunia akan berubah memiliki jasad di hari kiamat?”.

Aku bertanya lagi, “Dan laki-laki lemah itu?” ia menjawab, “Itu amal shalihmu. Kau lemahkan dia, sehingga ia menangis melihat keadaanmu, dan ia tidak mampu melakukan sesuatu. Sekiranya kau tidak melahirkan aku, dan aku mati ketika masih kecil tentu tidak ada yang bermanfaat bagimu.”

Aku pun terbangun dari tidurku sambil berteriak. “Telah datang, wahai Tuhanku…. telah datang, wahai Tuhanku… ‘Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat ALLAH….’”.

“Aku pun mandi dan keluar untuk shalat subuh, aku ingin taubat, kembali pada ALLAH.”

Ia bercerita lagi, “Ketika aku masuk masjid, sang imam sedang membaca Surat Al-Hadid ayat 16, ‘Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat ALLAH…’”.

Malik pun bertobat, hingga ia terkenal setiap hari duduk di depan masjid sambil berkata, “Wahai hamba yang bermaksiat, kembalilah pada majikanmu. Wahai hamba yang lari, kembalilah pada majikanmu, majikanmu menyerumu satiap malam dan siang hari sambil berkata, ‘Siapa yang mendekat pada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat padanya sehasta, lalu siapa yang mendekat pada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekat padanya satu depa, dan siapa mendekat pada-Ku sambil berjalan, maka Aku akan mendekat padanya sambil berlari-lari kecil (HR. Bukhari dan Muslim)…”

[Kisah ini dikutip dari: Amru Khalid, Hati Sebening Mata Air, Aqwam, 2006, h. 85-88]

walla hu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar